Sunday, 11 November 2018

Contoh Makalah : Akhlak Pribadi 2 ((Iffah, Mujahadah, Syaja’ah dan Tawadu)

Kata Pengantar


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan judul "Akhlak Pribadi II (Iffah, Mujahadah, Syaja’ah dan Tawadu)" tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.


Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

                                                                                                Yogyakarta,  Oktober 2018


                                                                                                            Penyusun


BAB I : Pendahuluan



RASULLULAH SAW bersabda : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.” (H.R Baihaqi).
Ajaran akhlaq dalam Islam bersumber dari wahyu ilahi yang termaktub dalam
Al-Qur’an dan Sunnah. Akhlaq dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak untuk memperoleh kebahagiaan di dunia kini, dan di akhirat kelak.
Makalah ini disusun dengan sistematika berdasarkan ruang lingkup akhlaq Iffah, Mujahadah, Syaja’ah dan Tawadu. yaitu akhlaq terhadap pribadi atau diri sendiri.

1.1            Latar Belakang


Akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.

Memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang – ulang dengan kecenderungan hati (sadar) .Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.

Dalam kehidupan duniawi,sebagai umat beragama,implementasi sebuah akhlak sangat diperlukan bagi berlangsungnya kehidupan. Akhlak itu sendiri berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Secara terminologis (Istilahan) ada beberapa definisi tentang akhlaq:
1.      Imam Al-Gozali
Akhlaq adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memelrlukan pemikiran dan pertimbangan.
2.      Ibrahim Anis
Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik – buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
3.      Abdul Karim Zaidan
“(Akhlaq) adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih untuk melakukan atau meninggalkannya”
4.      Prof. Dr.Yunahar Ilyas,Lc.,M.Ag.
Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia,sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan ,tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dulu,serta tidak memerlukan dorongan dari luar.

Posisi akhlak dalam agama islam merupakan salah satu misi utama diutusnya Rasulullah SAW. Akhlak itu sendiri juga dapat dikatakan sebagai inti dari iman seseorang.  Dilihat dari segi sifatnya,ruang lingkup akhlak terbagi menjadi dua yaitu akhlâqul karimah dan Mazhmumah,sedangkan dari segi dampak atau praktisnya terbagi menjadi dua yaitu akhlaq terhadap Sang Khaliq (Allah/Tuhan) dan Akhlaq terhadap Makhluq (ciptaan-Nya).
Akhlaq terhadap makhluk itu sendiri terbagi menjadi menjadi 6 yaitu:
1.      Akhlaq terhadap Rasulullah
2.      Akhlaq terhadap diri sendiri
3.      Akhlaq terhadap keluarga
4.      Akhlaq terhadap masyarakat
5.      Akhlaq terhadap negara
6.      Akhlaq terhadap alam semesta
Sumber akhlaq berasal Al-Qur`an dan Sunnah,bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral dan bukan pula karena baik atau buruk dengan sendirinya. Dalam keseluruhan ajaran Islam akhlaq menempati kedudukan yang istimewa dan sangant penting.Hal itu dapat dilihat dalam beberapa hadist berikut ini:
1.      Rasulullah saw menempatkan penyempurnaan akhlaq yang mulia sebagai misi pokok Risalah Islam.Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”(HR.Baihaqi)

2.      Akhlaq merupakan salah satu ajaran pokok agama islam,sehingga rasulullah saw pernah mendefinisikan agama itu dengan akhlaq yang baik (husn al-khuluq).diriwayatkan oleh seorang laki laki bertanya kepada rasulullah saw:   “Ya Rasulullah,apakah agama itu?beliau mejawab (Agama adalah) Akhlaq yang baik.”.

Pendefinisian agama (islam) dengan akhlaq yang baik itu sebanding dengan pendefinisian ibadah haji dengan wuquf di `Arafah . Rasulullah menyebutkan,”haji adalah wuquf di `Arafah.”Artinya tidak sah haji seseorang tanpa wukuq di Arafah.

3.      Akhlaq yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat.Rasulullah saw bersabda: “tidak ada satupun yang akan memberatkan timbangan(kebaikan) seorang hamba mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlaq yang baik.. ”(HR Tirmizi)

Dan orang yang paling dicintai serta paling dekat dengan rasulullah saw nanti pada hari kiamat adalah yang paling baik akhlaqnya.’Abdullah ibn ‘Umar berkata:

“Aku mendengar Rasulullah berrsaba:”maukah kalian aku beritahukan siapa diantara kalian yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku nanti pada hari kiamat?”beliau mengulangi pertanyaan itu tiga kali,lalu sahabat sahabat menjawab:”Tentu ya rasulullah”.yaitu yang paling akhlaqnya  di antara kalian.”(HR.Ahmad)

4.      Rasulullah saw menjadikan baik buruknya akhlaq seseorang sebagai ukuran kualitas imannya. Hal itu dapat kita perhatikan dalam beberapa hadits berikut ini
a.       Rasulullah SAW bersabda:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya”(HR Tirmizi)

b.      Rasulullah SAW bersabda:
 “Rasa malu dan iman itu sebenarnya berpadu menjadi satu, maka bilamana lenyap salah   satunya hilang pulalah yang lain”(HR Hakim dan Tahabrani)

c.       Rasulullah SAW bersabda:
“Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Seorang sahabat bertanya :”Siapa dia (yang tidak beriman itu) ya rasulullah?” beliau menjawab:”orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR Bukhori )

d.      Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.”(HR Bukhori dan Muslim )




1.2            Rumusan Masalah


·         Pengertian Akhlak yang meliputi :
o   Pengertian Iffat
o   Pengertian Mujahidah
o   Pengertian Syaja’ah
o   Pengertian Tawaddu
·         Bagaimana caranya ber Mujahadah ?
·         Apa saja Objek Objek Mujahadah ?
·         Apa saja bentuk bentuk dari Tawadhu dan Iffah ?
·         Apa itu jubun dan kenapa disebut penakut ?



1.3     Tujuan Penulisan


·         Sebagai bentuk penyelesaian tugas mata pelajaran agama Islam
·         Untuk menjelaskan macam-macam akhlak pribadi (Iffah, Mujahadah, Syaja’ah dan Tawadu), serta penerapannya di kehidupan sehari-hari.
·         Untuk menjelaskan gambaran umun tentang Akhlak Pribadi.
·         Untuk menjelaskan metode peningkatan kualitas Akhlak dalam kehidupan.
·         Memperluas wawasan pengetahuan




BAB II : Pembahasan


2.1            Iffah


Secara etimologis, ‘iffah adalah bentuk mashdar dari affa-ya’iffu-‘iffah yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Dan juga berarti kesucian tubuh.
Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya.
Nilai dan wibawa dari seseorang tidaklah ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya, dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, teteapi ditentukan oleh kehormatan dirinya. Oleh sebab itu untuk menjaga kehormatan diri tersebut, setiap orang harus menjauhkan diri dari segala perbuatan dan  perkataan yang dilarang oleh Allah SWT. Dia harus mampu mengendalikan hawa nafsunya, tidak saja dari hal-hal yang haram, bahkan kadang-kadang harus juga menjaga dirinya dari hal-hal yang halal karena bertentangan dengan kehormatan dirinya.

a          Bentuk-bentuk ‘Iffah


Al-Qur’an dan Hadist memberikan beberapa contoh dari ‘iffah sebagai berikut :

1.                  Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah seksual, seorang muslim dan muslimah diperintahkan untuk menjaga penglihatan, pergaulan dan pakaiannya. Tidak mengunjungi tempat-tempat hiburan yang ada kemaksiatannya, dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa mengantarkannya kepada perzinaan. Berikut ayat Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang hal tersebut :
(QS An-Nur 24 : 30-31)
(QS An-Nur 24 : 33)
(QS Al Ahzab 33 : 59)
(QS Al Isra’ 17 : 32)
(QS Al-Furqon 25 : 72)

2.                  Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah harta. Islam mengajarkan, terutama bagi orang miskin untuk tidak menadahkan tangan meminta-minnta. Al-Qur’an menganjurkan kepada orang-orang berpunya untuk membantu orang-orang miskin yang tidak mau memohon bantuan karena sikap iffah mereka. Meminta-minta adalah perbuatan yang merendahakan kehormatan diri. Daripada meminta-minta seseorang lebih baik mengerjakan apa saja untuk mendapatkan penghasilan asal halal, sekalipun hanya mengumpulkan kayu api.

3.                  Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan kepercayaan orang lain kepada dirinya, seseorang harus betul-betul menjauhi segala macam bentuk ketidakjujuran. Sekali-kali jangan dia berkata bohong, mungkir janji, khianat dan lain sebagainya.
Demikianlah, sifat ‘iffah yang sangat diperlukan untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri sehingga tidak ada peluang sedikitpun bagi orang lain yang tidak senang dengannya untuk melemparkan tuduhan dan fitnahan. Orang yang mempunyai sikap ‘iffah (disebut ‘afif) akan dihormati dan mendapat kepercayaan dari masyarakat. Dan kebih penting lagi dia akan mendapatkan ridha Allah SWT.

2.2            Mujahadah


Istilah mujahadah berasal dari  kata jahada-yujahidu-mujahadah-jahid yang berarti mencurahkan segala kemampuan (badzlu al-wus’i). dalam konteks akhlak, mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat pendekatan diri terhadap Allah SWT, baik hambatan yang bersifat internal maupun yang eksternal.
Hambatan yang bersifat internal datang dari jiwa yang mendorong untuk berbuat keburukan (nafsu ammarah bi as-su’i), hawa nafsu yang tidak terkendali, dan kecintaan kepada dunia. Sedangkan hambatan eksternal datang dari syaithan, orang-orang kafir, munafik, dan para pelaku kemaksiatan dan kemungkaran.
Untuk mengatasi dan melawan semua hambatan (internal dan eksternal) tersebut diperlukan kemauan keras dan perjuangan yang sungguh-sungguh. Perjuangan sungguh-sungguh itulah yang disebut mujahadah.

a          Objek Objek Mujahadah


                        Secara terperinci objek mujahadah ada enam hal :
1.                  Jiwa yang selalu mendorong seseorang untuk melakukan kedurhakaan atau dalam istilah Al-Qur’an fujur. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah SWT mengilhamkan kepada jiwa jalan kefasikan dan  ketaqwaan.
Jiwa yang mendorong manusia untuk melakukan kejahatan itulah yang dalam tempat lain disebut oleh Al-Qur’an dengan nafsu ammarah bis-su-I (QS. Yusuf 12:53). Jiwa inilah yang mendorong kepada keinginan-keinginan yang rendah yang menjurus kepada hal-hal yang negatif.
2.                  Hawa nafsu yang tidak terkendali, yang menyebabkan seseorang melakukan apa saja untuk memenuhi hawa nafsunya itu tanpa mempedulikan larangan-larangan Allah SWT, dan tanoa mempedulikan mudharat bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Manusia memang memerlukan nafsu, bahkan manusia tidak dapat bertahan hidup kalau tidak memiliki hawa nafsu. Tapi memperturutkan hawa nafsu (nafsu makan, minum, seks, mengumpuulkan harta, dan lain sebagainya) tanpa kendali akan merusak manusia itu sendiri. Al-Qur’an memperingatkan jangan sampai kita mempertuhankan hawa nafsu (QS. Al-Furqan 25:43-44).
3.                  Syaithan yang selalu menggoda umat manusia untuk memperturutkan hawa nafsu sehingga mereka lupa pada Allah SWT dan untuk selanjutnya lupa kepada diri mereka sendiri. Tentang hal ini Allah mengingatkan dalam surat (QS. Fathir 35:26) dan (QS. Al-Baqarah 2:208).

4.                  Kecintaan terhadap dunia yang berlebihan sehingga mengalahkan kecintaan kepada akhirat, padahal keberadaan manusia di dunia hanya bersifat sementara. Kecintaan yang berlebihan kepada dunia menyebabkan orang takut mati, dan selanjutnya tidak berani terjun ke medan jihad  berperang melawan musuh. Terhadap orang-orang seperti ini Allah SWT berfirman dalam (QS. At-Taubah 9:38)


5.                  Orang kafir dan munafik yang tidak pernah berpuas hati sebelum orang-orang yang beriman kembali menjadi kufur.  Allah SWT menyatakan dalam surat (QS. Al-Baqarah 2:109 dan 210) dan (QS. At-Taubah 9:73).

6.                  Para pelaku kemaksiatan dan kemungkaran, termasuk dari orang-orang yang mengaku beriman sendiri, yang tidak hanya merugikan mereka sendiri, tapi juga merugikan masyarakat. Untuk itulah orang-orang yang beriman diperintahkan oleh Allah SWT utnuk melakukan nahi munkar, disamping amar ma’ruf. Allah SWT berfirman dalam (QS. Ali ‘Imron 3:104).


b          Cara Mujahadah


Secara garis besar ada tiga cara mujahadah.
Yang pertama, sebagai landasan teoritis, berusaha sungguh-sungguh :
a.       Memehami hakikat jiwa dan bagaimana pengaruh kebaikan dan keburukan yang dilakukan terhadap kesucian jiwa.
b.      Menyadari bahwa hawa nafsu kalau dikelola dengan baik akan berakibat positif untuk kebaikan diri dan sebaliknya.
c.       Menyadari dan mengingat selalu bahwa syaithan tidak akan pernah berhenti menjerumuskan umat manusia dengan dengan segala macam cara.
d.      Menyadari bahwa segala kenikmatan hidup di dunia belum ada artinya dibandingkan dengan akhirat.
Yang kedua, adalah dengan melakukan amal ibadah praktis yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW untuk menghadapi semua tantangan diatas. Amal-amal praktis itu antara lain adalah :
a.       Sering mendirikan surat malam atau Qiyam Al Lail firnman Allah SWT dalam (QS. Al-Muzzammil 73:1-5; Al-Isra’ 17:79).
b.      Mengerjakan puasa sunnah senin kamis, atau puasa Nabi Dawud, atau puasa sunnah lainnya.
c.       Membaca Al-Qur’an sebanyak-banyaknnya (QS. Yunus 10:57; Muhammad 47:24).
d.      Berdzikir dan berdoa (QS. Al-Anfal 8:45; Al-Mukmin 40:60; Al-A’raf 7:55; An-Nas 114:1-6).
Yang ketiga, (untuk menghadapi hambatan dari luar) adalah dengan jihad, mulai dari jihad dengan harta benda, ilmu pengetahuan, tenaga, sampai kepada jihad dengan nyawa (perang fii sabilillah) (QS. Ash-Shaf 61:10-13).
Demikianlah barang siapa yang bermujahadah pada jalan Allah SWT, maka Allah akan memberikan hidayah kepadanya (QS. Al-‘Ankabut 26:69), dan pada akhirnya semua hasil dari mujahadah itu akan kembali untuk kebaikan dirinya sendiri. Sedangkan Allah SWT tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya.

2.3            Syaja’ah


Syaja’ah artinya berani, tapi bukan berani dalam arti siap menentang siapa saja tanpa mempedulikan apakah dia berada di pihak yang benar atau salah, bukan pula berani memperturutkan hawa nafsu. Tapi berani yang berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh pertimbangan.
Kemampuan pengendalian diri waktu marah, sekalipun dia mampu melampiaskannya, adalah contoh keberanian yang lahir dari hati yang kuat dan jiwa yang bersih.

a          Bentuk-bentuk keberanian


Keberanian tidak hanya ditunjukkan dalam peperangan, tapi juga dalam berbagai aspek kehidupan. Berikut ini beberapa bentukk keberanian yang disebutkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah :
1.                  Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan (jihad fii sabilillah), firman Allah SWT dalam (QS. Al-Anfal 8:15-16).
2.                  Keberanian menyatakan kebenaran (kalimah al-haq) sekalipun dihadapan penguasa yang dzolim. Rasulullah SAW bersabda :
“Jihad yang paling afdhal adalah memperjuangkan keadilan dihadapan penguasa yang dzolim.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
3.                  Keberanian untuk mengendalikan diri tatkala marah sekalipun dia mampu melampiaskannya-sebagaimana yang sudah disebutkan dalam hadist diatas.

b          Sumber Keberanian


            Menurut Raid ‘Abdul Hadi dalam bukunya “Mamarat Al Haq” paling kurang ada tujuh factor yang menyebabkan seseorang memiliki keberanian :

1.                  Rasa takut kepada Allah SWT, takut kepada Allah SWT membuat seseorang tidak takut kepada siapapun selama dia yakin bahwa yang dilakukannya adalah dalam rangka menjalankan perintah-Nya. Mereka mempunyai keberanian karena yakin Allah pasti akan memberikan pertolongan dan perlindungan.
2.                  Lebih mencintai akhirat daripada dunia, bagi seorang muslim dunia bukanlah tujuan akhir, dunia adalah jembatan menuju ke akhirat.
3.                  Tidak takut mati, kematian adalah sebuah kepastian cepat atau lambat setiap orang pasti mati.
4.                  Tidak ragu-ragu diantara yang menyebabkan munculnya rasa takut adalah perasaan ragu-ragu.
5.                  Tidak menomorsatukan kekuatan materi, seorang muslim memang meyakini bahwa kekuatan materi diperlukan dalam perjuangan, tapi materi bukanlah segala-galanya. Dibalik itu tetap Allah SWT yang menentukan.
6.                  Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah SWT, orang-orang yang memperjuangkan kebenaran tidak pernah merasa takut, karena setelah mengerahkan segala tenaga tinggal dia bertawakal dan mengharapkan pertolongan dari Allah SWT.
7.                  Hasil pendidikan, sikap berani lahir dari pendidikan, baik di rumah tangga, sekolah, masjid, maupun dari lingkungan.

c          Jubun atau penakut


            Lawan dari sifat syaja’ah adalah jubun (Al-Jubn), yaitu penakut. Takut menghadapi musuh, takut menyatakan kebenaran, takut gagal, takut menghadapi resiko dan ketakutan-ketakutan lainnya.

2.4            Tawadhu’


Tawadhu’ artinya rendah hati, lawan dari sombong atau takabur. Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari orang lain, sementara orang yang sombong menghargai dirinya secara berlebihan. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri, karena rendah diri berarti kehilangan kepercayaan diri. Sekalipun dalam praktiknya orang yang rendah hati cenderung merendahkan dirinya dihadapan orang lain, tapi sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri.
Orang yang tawadhu’ menyadari bahwa apa saja yang dimilliki, baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilmu pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat dan kedudukan dan lain sebainya, semua itu adalah karunia dari Allah SWT.

a          Keutamaan Tawadhu


Sikap tawadhu’ tidak akan membuat derajat seeorang menjadi rendah, malah dia akan dihormati dan dihargai. Bahkan lebih dari itu derajatnya dihadapan Allah SWT semakin tinggi. Di samping mengangkat derajatnya, Allah SWT memasukkan orang-orang yang tawadhu’ dalam kelompok hamba-hamba yang mendapatkan kasih sayang dari Allah Yang Maha Penyayang.

b          Bentuk-bentuk Tawadhu


Sikap tawadhu’ dalam pergaulan bermasyarakat dapat terlihat antara lain dalam bentuk-bentuk berikut ini :
1.                  Tidak menonjolkan diri dari orang-orang yang level atau statusnya sama, kecuali apabila sikap tersebut menimbulkan kerugian bagi agama atau umat islam.
2.                  Berdiri dari tempat duduknya dalam satu majelis untuk menyambut kedatangan orang-orang yang lebih mulia dan lebih berilmu daripadanya, dan mengantarkannya ke pintu keluar jika yang bersangkutan meninggalkan majelis.
3.                  Bergaul dengan orang awam dengan ramah dan tidak memandang dirinya lebi dari mereka.
4.                  Mau mengunjungi orang lain sekalipun lebih rendah status sosialnya.
5.                  Mau duduk bersama dengan fakir miskin, orang-orang cacat tubuh, dan kaum du’afa lainnya, serta bersedia mengabulkan undangan mereka.
6.                  Tidak makan minum dengan berlebihan dan tidak memakai pakaian yang menunjukkan kemegahan dan kesombongan.





BAB III : Penutup



3.1            Kesimpulan


Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah ilmu yang menerangkan tentang perilaku atau perbuatan manusia. Akhlak itu sangat penting bagi manusia. Sifat seseorang dapat dilihat dari akhlak seseorang tersebut. Kemuliaan akhlak sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Islam sebagai agama yang dibawa nabi Muhammad saw adalah agama yang sempurna dan menghendaki kesempurnaan akhlak manusia. Akhlak itu terbagi menjadi dua, yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Dalam kehidupan sehari-hari manusia seringkali melakukan akhlak terpuji tapi dibarengi juga dengan akhlak tercela.

 Daftar Pustaka


Kemala, E. (2014). Elsa_tu dua tiga. Retrieved from Contoh Makalah Tentang "Akhlaq": http://elsakemala88.blogspot.com/2013/09/contoh-makalah-tentang-akhlak.html

Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, L. M. (2018). KULIAH AKHLAQ. Yogyakarta: LPPI.

No comments:

Post a Comment