Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat
merampungkan penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan judul "Akhlak
Pribadi II (Iffah, Mujahadah, Syaja’ah dan Tawadu)" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal
mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah
ini.
Namun tidak lepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi
penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami
membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran
maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat
mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan
besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat
permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.
Yogyakarta, Oktober 2018
Penyusun
BAB I : Pendahuluan
RASULLULAH SAW bersabda :
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.” (H.R
Baihaqi).
Ajaran akhlaq dalam Islam bersumber
dari wahyu ilahi yang termaktub dalam
Al-Qur’an dan Sunnah. Akhlaq dalam
Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang
benar-benar memiliki nilai yang mutlak untuk memperoleh kebahagiaan di dunia
kini, dan di akhirat kelak.
Makalah ini disusun dengan
sistematika berdasarkan ruang lingkup akhlaq Iffah, Mujahadah, Syaja’ah dan
Tawadu. yaitu akhlaq terhadap pribadi atau diri sendiri.
1.1
Latar Belakang
Akhlak adalah
kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut
akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti benar akan
kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada
Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami
akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati
nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk
suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.
Memahami akhlak
adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun sebaliknya tegaknya aktifitas
keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan
bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan
menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang –
ulang dengan kecenderungan hati (sadar) .Akhlak merupakan kelakuan yang timbul
dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan
kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang
dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan
melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri
sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang
jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan
mana yang buruk.
Dalam kehidupan
duniawi,sebagai umat beragama,implementasi sebuah akhlak sangat diperlukan bagi
berlangsungnya kehidupan. Akhlak itu sendiri berasal dari kata “akhlaq” yang
merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi,
tabiat dan adab. Secara terminologis (Istilahan) ada beberapa definisi tentang
akhlaq:
1.
Imam
Al-Gozali
Akhlaq adalah “sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa
memelrlukan pemikiran dan pertimbangan.
2.
Ibrahim
Anis
Akhlaq adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik – buruk, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
3.
Abdul
Karim Zaidan
“(Akhlaq) adalah nilai-nilai dan
sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang
dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih untuk melakukan
atau meninggalkannya”
4.
Prof.
Dr.Yunahar Ilyas,Lc.,M.Ag.
Akhlaq adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa manusia,sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan
,tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dulu,serta tidak memerlukan
dorongan dari luar.
Posisi akhlak dalam agama islam
merupakan salah satu misi utama diutusnya Rasulullah SAW. Akhlak itu sendiri
juga dapat dikatakan sebagai inti dari iman seseorang. Dilihat dari segi sifatnya,ruang lingkup
akhlak terbagi menjadi dua yaitu akhlâqul karimah dan Mazhmumah,sedangkan dari
segi dampak atau praktisnya terbagi menjadi dua yaitu akhlaq terhadap Sang
Khaliq (Allah/Tuhan) dan Akhlaq terhadap Makhluq (ciptaan-Nya).
Akhlaq terhadap makhluk itu sendiri
terbagi menjadi menjadi 6 yaitu:
1.
Akhlaq terhadap Rasulullah
2.
Akhlaq terhadap diri sendiri
3.
Akhlaq terhadap keluarga
4.
Akhlaq terhadap masyarakat
5.
Akhlaq terhadap negara
6.
Akhlaq terhadap alam semesta
Sumber akhlaq berasal Al-Qur`an dan
Sunnah,bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep
etika dan moral dan bukan pula karena baik atau buruk dengan sendirinya. Dalam
keseluruhan ajaran Islam akhlaq menempati kedudukan yang istimewa dan sangant
penting.Hal itu dapat dilihat dalam beberapa hadist berikut ini:
1.
Rasulullah saw menempatkan penyempurnaan akhlaq
yang mulia sebagai misi pokok Risalah Islam.Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku
di utus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”(HR.Baihaqi)
2.
Akhlaq merupakan salah satu ajaran pokok agama
islam,sehingga rasulullah saw pernah mendefinisikan agama itu dengan akhlaq
yang baik (husn al-khuluq).diriwayatkan oleh seorang laki laki bertanya kepada
rasulullah saw: “Ya Rasulullah,apakah
agama itu?beliau mejawab (Agama adalah) Akhlaq yang baik.”.
Pendefinisian agama
(islam) dengan akhlaq yang baik itu sebanding dengan pendefinisian ibadah haji
dengan wuquf di `Arafah . Rasulullah menyebutkan,”haji adalah wuquf di
`Arafah.”Artinya tidak sah haji seseorang tanpa wukuq di Arafah.
3.
Akhlaq yang baik akan memberatkan timbangan
kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat.Rasulullah saw bersabda: “tidak ada
satupun yang akan memberatkan timbangan(kebaikan) seorang hamba mukmin nanti
pada hari kiamat selain dari akhlaq yang baik.. ”(HR Tirmizi)
Dan orang yang
paling dicintai serta paling dekat dengan rasulullah saw nanti pada hari kiamat
adalah yang paling baik akhlaqnya.’Abdullah ibn ‘Umar berkata:
“Aku mendengar
Rasulullah berrsaba:”maukah kalian aku beritahukan siapa diantara kalian yang
paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku nanti pada hari
kiamat?”beliau mengulangi pertanyaan itu tiga kali,lalu sahabat sahabat menjawab:”Tentu
ya rasulullah”.yaitu yang paling akhlaqnya
di antara kalian.”(HR.Ahmad)
4.
Rasulullah saw menjadikan baik buruknya akhlaq
seseorang sebagai ukuran kualitas imannya. Hal itu dapat kita perhatikan dalam
beberapa hadits berikut ini
a.
Rasulullah SAW bersabda:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling
baik akhlaqnya”(HR Tirmizi)
b.
Rasulullah SAW bersabda:
“Rasa malu dan iman
itu sebenarnya berpadu menjadi satu, maka bilamana lenyap salah satunya hilang pulalah yang lain”(HR Hakim
dan Tahabrani)
c.
Rasulullah SAW bersabda:
“Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak
beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Seorang sahabat bertanya :”Siapa dia
(yang tidak beriman itu) ya rasulullah?” beliau menjawab:”orang yang
tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR Bukhori )
d.
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka
hendaklah ia berkata baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.”(HR Bukhori
dan Muslim )
1.2
Rumusan Masalah
·
Pengertian Akhlak yang meliputi :
o
Pengertian Iffat
o
Pengertian Mujahidah
o
Pengertian Syaja’ah
o
Pengertian Tawaddu
·
Bagaimana caranya ber Mujahadah ?
·
Apa saja Objek Objek Mujahadah ?
·
Apa saja bentuk bentuk dari Tawadhu dan Iffah ?
·
Apa itu jubun dan kenapa disebut penakut ?
1.3 Tujuan
Penulisan
·
Sebagai bentuk penyelesaian tugas mata pelajaran
agama Islam
·
Untuk menjelaskan macam-macam akhlak pribadi (Iffah,
Mujahadah, Syaja’ah dan Tawadu), serta penerapannya di kehidupan sehari-hari.
·
Untuk menjelaskan gambaran umun tentang Akhlak
Pribadi.
·
Untuk menjelaskan metode peningkatan kualitas
Akhlak dalam kehidupan.
·
Memperluas wawasan pengetahuan
BAB II : Pembahasan
2.1
Iffah
Secara etimologis, ‘iffah adalah bentuk mashdar dari
affa-ya’iffu-‘iffah yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik.
Dan juga berarti kesucian tubuh.
Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri
dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya.
Nilai dan wibawa dari seseorang tidaklah ditentukan oleh
kekayaan dan jabatannya, dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, teteapi
ditentukan oleh kehormatan dirinya. Oleh sebab itu untuk menjaga kehormatan
diri tersebut, setiap orang harus menjauhkan diri dari segala perbuatan
dan perkataan yang dilarang oleh Allah
SWT. Dia harus mampu mengendalikan hawa nafsunya, tidak saja dari hal-hal yang
haram, bahkan kadang-kadang harus juga menjaga dirinya dari hal-hal yang halal
karena bertentangan dengan kehormatan dirinya.
a Bentuk-bentuk ‘Iffah
Al-Qur’an dan Hadist memberikan beberapa contoh dari ‘iffah
sebagai berikut :
1.
Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya
dengan masalah seksual, seorang muslim dan muslimah diperintahkan untuk menjaga
penglihatan, pergaulan dan pakaiannya. Tidak mengunjungi tempat-tempat hiburan
yang ada kemaksiatannya, dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa
mengantarkannya kepada perzinaan. Berikut ayat Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan
tentang hal tersebut :
(QS
An-Nur 24 : 30-31)
(QS
An-Nur 24 : 33)
(QS
Al Ahzab 33 : 59)
(QS
Al Isra’ 17 : 32)
(QS
Al-Furqon 25 : 72)
2.
Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya
dengan masalah harta. Islam mengajarkan, terutama bagi orang miskin untuk tidak
menadahkan tangan meminta-minnta. Al-Qur’an menganjurkan kepada orang-orang
berpunya untuk membantu orang-orang miskin yang tidak mau memohon bantuan
karena sikap iffah mereka. Meminta-minta adalah perbuatan yang merendahakan kehormatan
diri. Daripada meminta-minta seseorang lebih baik mengerjakan apa saja untuk
mendapatkan penghasilan asal halal, sekalipun hanya mengumpulkan kayu api.
3.
Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya
dengan kepercayaan orang lain kepada dirinya, seseorang harus betul-betul
menjauhi segala macam bentuk ketidakjujuran. Sekali-kali jangan dia berkata
bohong, mungkir janji, khianat dan lain sebagainya.
Demikianlah, sifat ‘iffah yang sangat diperlukan untuk
menjaga kehormatan dan kesucian diri sehingga tidak ada peluang sedikitpun bagi
orang lain yang tidak senang dengannya untuk melemparkan tuduhan dan fitnahan.
Orang yang mempunyai sikap ‘iffah (disebut ‘afif) akan dihormati dan mendapat
kepercayaan dari masyarakat. Dan kebih penting lagi dia akan mendapatkan ridha
Allah SWT.
2.2
Mujahadah
Istilah mujahadah berasal dari kata jahada-yujahidu-mujahadah-jahid yang
berarti mencurahkan segala kemampuan (badzlu al-wus’i). dalam konteks akhlak,
mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala
hal yang menghambat pendekatan diri terhadap Allah SWT, baik hambatan yang
bersifat internal maupun yang eksternal.
Hambatan yang bersifat internal datang dari jiwa yang
mendorong untuk berbuat keburukan (nafsu ammarah bi as-su’i), hawa nafsu yang
tidak terkendali, dan kecintaan kepada dunia. Sedangkan hambatan eksternal
datang dari syaithan, orang-orang kafir, munafik, dan para pelaku kemaksiatan
dan kemungkaran.
Untuk mengatasi dan melawan semua hambatan (internal dan
eksternal) tersebut diperlukan kemauan keras dan perjuangan yang
sungguh-sungguh. Perjuangan sungguh-sungguh itulah yang disebut mujahadah.
a Objek Objek Mujahadah
Secara
terperinci objek mujahadah ada enam hal :
1.
Jiwa yang selalu mendorong seseorang untuk
melakukan kedurhakaan atau dalam istilah Al-Qur’an fujur. Di dalam Al-Qur’an
dijelaskan bahwa Allah SWT mengilhamkan kepada jiwa jalan kefasikan dan ketaqwaan.
Jiwa yang mendorong manusia untuk melakukan kejahatan itulah
yang dalam tempat lain disebut oleh Al-Qur’an dengan nafsu ammarah bis-su-I
(QS. Yusuf 12:53). Jiwa inilah yang mendorong kepada keinginan-keinginan yang
rendah yang menjurus kepada hal-hal yang negatif.
2.
Hawa nafsu yang tidak terkendali, yang
menyebabkan seseorang melakukan apa saja untuk memenuhi hawa nafsunya itu tanpa
mempedulikan larangan-larangan Allah SWT, dan tanoa mempedulikan mudharat bagi
dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Manusia memang memerlukan nafsu, bahkan manusia tidak dapat
bertahan hidup kalau tidak memiliki hawa nafsu. Tapi memperturutkan hawa nafsu
(nafsu makan, minum, seks, mengumpuulkan harta, dan lain sebagainya) tanpa
kendali akan merusak manusia itu sendiri. Al-Qur’an memperingatkan jangan
sampai kita mempertuhankan hawa nafsu (QS. Al-Furqan 25:43-44).
3.
Syaithan yang selalu menggoda umat manusia untuk
memperturutkan hawa nafsu sehingga mereka lupa pada Allah SWT dan untuk
selanjutnya lupa kepada diri mereka sendiri. Tentang hal ini Allah mengingatkan
dalam surat (QS. Fathir 35:26) dan (QS. Al-Baqarah 2:208).
4.
Kecintaan terhadap dunia yang berlebihan
sehingga mengalahkan kecintaan kepada akhirat, padahal keberadaan manusia di
dunia hanya bersifat sementara. Kecintaan yang berlebihan kepada dunia
menyebabkan orang takut mati, dan selanjutnya tidak berani terjun ke medan
jihad berperang melawan musuh. Terhadap
orang-orang seperti ini Allah SWT berfirman dalam (QS. At-Taubah 9:38)
5.
Orang kafir dan munafik yang tidak pernah
berpuas hati sebelum orang-orang yang beriman kembali menjadi kufur. Allah SWT menyatakan dalam surat (QS. Al-Baqarah
2:109 dan 210) dan (QS. At-Taubah 9:73).
6.
Para pelaku kemaksiatan dan kemungkaran,
termasuk dari orang-orang yang mengaku beriman sendiri, yang tidak hanya
merugikan mereka sendiri, tapi juga merugikan masyarakat. Untuk itulah
orang-orang yang beriman diperintahkan oleh Allah SWT utnuk melakukan nahi
munkar, disamping amar ma’ruf. Allah SWT berfirman dalam (QS. Ali ‘Imron
3:104).
b Cara Mujahadah
Secara
garis besar ada tiga cara mujahadah.
Yang
pertama, sebagai landasan teoritis, berusaha sungguh-sungguh :
a.
Memehami hakikat jiwa dan bagaimana pengaruh
kebaikan dan keburukan yang dilakukan terhadap kesucian jiwa.
b.
Menyadari bahwa hawa nafsu kalau dikelola dengan
baik akan berakibat positif untuk kebaikan diri dan sebaliknya.
c.
Menyadari dan mengingat selalu bahwa syaithan
tidak akan pernah berhenti menjerumuskan umat manusia dengan dengan segala
macam cara.
d.
Menyadari bahwa segala kenikmatan hidup di dunia
belum ada artinya dibandingkan dengan akhirat.
Yang
kedua, adalah dengan melakukan amal ibadah praktis yang dituntunkan oleh
Rasulullah SAW untuk menghadapi semua tantangan diatas. Amal-amal praktis itu
antara lain adalah :
a.
Sering mendirikan surat malam atau Qiyam Al Lail
firnman Allah SWT dalam (QS. Al-Muzzammil 73:1-5; Al-Isra’ 17:79).
b.
Mengerjakan puasa sunnah senin kamis, atau puasa
Nabi Dawud, atau puasa sunnah lainnya.
c.
Membaca Al-Qur’an sebanyak-banyaknnya (QS. Yunus
10:57; Muhammad 47:24).
d.
Berdzikir dan berdoa (QS. Al-Anfal 8:45;
Al-Mukmin 40:60; Al-A’raf 7:55; An-Nas 114:1-6).
Yang
ketiga, (untuk menghadapi hambatan dari luar) adalah dengan jihad, mulai dari
jihad dengan harta benda, ilmu pengetahuan, tenaga, sampai kepada jihad dengan
nyawa (perang fii sabilillah) (QS. Ash-Shaf 61:10-13).
Demikianlah
barang siapa yang bermujahadah pada jalan Allah SWT, maka Allah akan memberikan
hidayah kepadanya (QS. Al-‘Ankabut 26:69), dan pada akhirnya semua hasil dari
mujahadah itu akan kembali untuk kebaikan dirinya sendiri. Sedangkan Allah SWT
tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya.
2.3
Syaja’ah
Syaja’ah artinya berani, tapi bukan berani dalam arti siap
menentang siapa saja tanpa mempedulikan apakah dia berada di pihak yang benar
atau salah, bukan pula berani memperturutkan hawa nafsu. Tapi berani yang
berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh pertimbangan.
Kemampuan pengendalian diri waktu marah, sekalipun dia mampu
melampiaskannya, adalah contoh keberanian yang lahir dari hati yang kuat dan
jiwa yang bersih.
a Bentuk-bentuk keberanian
Keberanian tidak hanya ditunjukkan dalam peperangan, tapi
juga dalam berbagai aspek kehidupan. Berikut ini beberapa bentukk keberanian
yang disebutkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah :
1.
Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan
(jihad fii sabilillah), firman Allah SWT dalam (QS. Al-Anfal 8:15-16).
2.
Keberanian menyatakan kebenaran (kalimah al-haq)
sekalipun dihadapan penguasa yang dzolim. Rasulullah SAW bersabda :
“Jihad yang paling afdhal adalah
memperjuangkan keadilan dihadapan penguasa yang dzolim.” (HR. Abu Daud dan
Tirmidzi).
3.
Keberanian untuk mengendalikan diri tatkala marah
sekalipun dia mampu melampiaskannya-sebagaimana yang sudah disebutkan dalam
hadist diatas.
b Sumber Keberanian
Menurut Raid ‘Abdul Hadi dalam
bukunya “Mamarat Al Haq” paling kurang ada tujuh factor yang menyebabkan
seseorang memiliki keberanian :
1.
Rasa takut kepada Allah SWT, takut kepada Allah
SWT membuat seseorang tidak takut kepada siapapun selama dia yakin bahwa yang
dilakukannya adalah dalam rangka menjalankan perintah-Nya. Mereka mempunyai
keberanian karena yakin Allah pasti akan memberikan pertolongan dan
perlindungan.
2.
Lebih mencintai akhirat daripada dunia, bagi
seorang muslim dunia bukanlah tujuan akhir, dunia adalah jembatan menuju ke
akhirat.
3.
Tidak takut mati, kematian adalah sebuah
kepastian cepat atau lambat setiap orang pasti mati.
4.
Tidak ragu-ragu diantara yang menyebabkan
munculnya rasa takut adalah perasaan ragu-ragu.
5.
Tidak menomorsatukan kekuatan materi, seorang
muslim memang meyakini bahwa kekuatan materi diperlukan dalam perjuangan, tapi
materi bukanlah segala-galanya. Dibalik itu tetap Allah SWT yang menentukan.
6.
Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah SWT,
orang-orang yang memperjuangkan kebenaran tidak pernah merasa takut, karena
setelah mengerahkan segala tenaga tinggal dia bertawakal dan mengharapkan
pertolongan dari Allah SWT.
7.
Hasil pendidikan, sikap berani lahir dari
pendidikan, baik di rumah tangga, sekolah, masjid, maupun dari lingkungan.
c Jubun atau penakut
Lawan dari sifat syaja’ah adalah
jubun (Al-Jubn), yaitu penakut. Takut menghadapi musuh, takut menyatakan
kebenaran, takut gagal, takut menghadapi resiko dan ketakutan-ketakutan
lainnya.
2.4
Tawadhu’
Tawadhu’ artinya rendah hati, lawan dari sombong atau
takabur. Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari orang lain,
sementara orang yang sombong menghargai dirinya secara berlebihan. Rendah hati
tidak sama dengan rendah diri, karena rendah diri berarti kehilangan
kepercayaan diri. Sekalipun dalam praktiknya orang yang rendah hati cenderung
merendahkan dirinya dihadapan orang lain, tapi sikap tersebut bukan lahir dari
rasa tidak percaya diri.
Orang yang tawadhu’ menyadari bahwa apa saja yang dimilliki,
baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilmu pengetahuan, harta kekayaan,
maupun pangkat dan kedudukan dan lain sebainya, semua itu adalah karunia dari
Allah SWT.
a Keutamaan
Tawadhu
Sikap tawadhu’ tidak akan membuat derajat seeorang menjadi
rendah, malah dia akan dihormati dan dihargai. Bahkan lebih dari itu derajatnya
dihadapan Allah SWT semakin tinggi. Di samping mengangkat derajatnya, Allah SWT
memasukkan orang-orang yang tawadhu’ dalam kelompok hamba-hamba yang
mendapatkan kasih sayang dari Allah Yang Maha Penyayang.
b Bentuk-bentuk
Tawadhu
Sikap tawadhu’ dalam pergaulan bermasyarakat dapat terlihat
antara lain dalam bentuk-bentuk berikut ini :
1.
Tidak menonjolkan diri dari orang-orang yang
level atau statusnya sama, kecuali apabila sikap tersebut menimbulkan kerugian
bagi agama atau umat islam.
2.
Berdiri dari tempat duduknya dalam satu majelis
untuk menyambut kedatangan orang-orang yang lebih mulia dan lebih berilmu
daripadanya, dan mengantarkannya ke pintu keluar jika yang bersangkutan meninggalkan
majelis.
3.
Bergaul dengan orang awam dengan ramah dan tidak
memandang dirinya lebi dari mereka.
4.
Mau mengunjungi orang lain sekalipun lebih
rendah status sosialnya.
5.
Mau duduk bersama dengan fakir miskin,
orang-orang cacat tubuh, dan kaum du’afa lainnya, serta bersedia mengabulkan
undangan mereka.
6.
Tidak makan minum dengan berlebihan dan tidak
memakai pakaian yang menunjukkan kemegahan dan kesombongan.
BAB III : Penutup
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa akhlak adalah ilmu yang menerangkan tentang perilaku atau
perbuatan manusia. Akhlak itu sangat penting bagi manusia. Sifat seseorang
dapat dilihat dari akhlak seseorang tersebut. Kemuliaan akhlak sangat
dibutuhkan dalam kehidupan manusia yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Islam sebagai agama yang dibawa
nabi Muhammad saw adalah agama yang sempurna dan menghendaki kesempurnaan
akhlak manusia. Akhlak itu terbagi menjadi dua, yaitu akhlak terpuji dan akhlak
tercela. Dalam kehidupan sehari-hari manusia seringkali melakukan akhlak
terpuji tapi dibarengi juga dengan akhlak tercela.
Daftar Pustaka
Kemala, E. (2014). Elsa_tu dua tiga.
Retrieved from Contoh Makalah Tentang "Akhlaq": http://elsakemala88.blogspot.com/2013/09/contoh-makalah-tentang-akhlak.html
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, L. M. (2018). KULIAH
AKHLAQ. Yogyakarta: LPPI.
No comments:
Post a Comment