BAB I
A. Latar Belakang
Agama Samawi (agama-agama yang
dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam
golongan agama Ibrahim ada 3, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam. Ketiga
agama ini mempunyai beberapa kesamaan dan perbedaan yang beberapa di antaranya
sangat mendasar. Yahudi adalah agama tribal/kesukuan yang hanya bisa dianut
oleh bangsa Yahudi. Agama ini tidak bisa disebarkan ke luar dari suku Yahudi.
Oleh karena itu jumlahnya tidak berkembang. Hanya sekitar 14 juta pemeluknya di
seluruh dunia. Sementara agama Nasrani dan Islam karena disebarkan ke seluruh
manusia dipeluk oleh milyaran pengikutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Penjelasan Kerangka Dasar Ajaran Islam ?
2. Apa Unsur-unsur Ajaran Islam?
3. Bagaimana Fungsi dan Kedudukan Ajaran/Aqidah
Islam ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan Definisi Dasar Ajaran Islam
2. Menjelaskan Unsur-unsur Ajaran Islam
3. Mengetahui Fungsi dan Kedudukan Ajaran/Aqidah
Islam
BAB.
II
PEMBAHASAN
A.
KERANGKA
DASAR AJARAN ISLAM
Islam pada
hakikatnya adalah aturan atau undang – undang Allah yang terdapat dalam kitab
Allah dan Sunnah Rasul-Nya yang meliputi perintah dan larangan serta petunjuk
supaya menjadi pedoman hidup dan kehidupan umat manusia guna kebahagiaannya di
dunia dan akhirat.
Secara umum aturan itu dibagi
menjadi 3 hal pokok, yaitu Aqidah, Syari’ah dan Akhlaq.
1. Aqidah
Aqidah adalah sistem keyakinan yang mendasari seluruh aktivitas muslim. Ajaran
Islam berisikan tentang apa saja yang mesti dipercayai, diyakini, dan diimani
oleh setiap muslim. Karena agama Islam bersumber kepada kepercayaan dan
keimanan kepada Allah swt, maka aqidah merupakan sistem kepercayaaan yang
mengikat manusia kepada Islam. Seorang manusia disebut muslim jika dengan penuh
kesadaran dan ketulusan bersedia terikat dengan sistem kepercayaan Islam.
Karena itu, aqidah merupakan ikatan dan simpul dasar dalam Islam yang pertama
dan utama.
Aqidah
dibangun atas 6 dasar keimanan yang lazim disebut Rukun Iman.
Rukun iman meliputi : iman kepada Allah swt, para malaikat, kitab – kitab, para
Rasul, hari akhir, dan Qodlo dan Qodar. Allah berfirman dalam QS.An-Nisa’,
ayat 136 yang artinya “ Wahai orang yang beriman, tetaplah beriman
kepaada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan kepada rasul-Nya
serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa ingkar kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya, hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu
telah sesat sejauh- jauhnya”.
Berdasarkan 6 fondasi tersebut, maka keterikatan setiap muslim yang semestinya
ada pada jiwa setiap muslim adalah :
- Meyakini bahwa Islam adalah
agama yang terakhir, mengandung syariat yang menyempurnakan syariat –
syariat yang diturunkan Allah sebelumnya.
- Meyakini bahwa Islam adalah
satu- satunya agama yang benar di sisi Allah. Islam dating dengan membawa
kebenarana yang bersifat absolute guna menjadi pedoman hidup dan kehidupan
manusia selaras dengan fitrahnya.
- Meyakini bahwa Islam adalah
agama yang universal serta berlaku untuk semua manusioa dalam segala
lapisan masyarakat dan sesuai dengasn tuntutan budaya manusia.
2. Syari’ah
Komponen Islam yang kedua adalah syari’ah yang berisi peraturan dan perundang-
undangan yang mengatur aktifitas yang seharusnya dikerjakan manusia. Syari’at
adalah sistem nilai yang merupakan inti ajaran Islam. Syari’ah aatau sistem
nilai Islam yang diciptakan oleh Allah sendiri. Dalam kaitan ini, Allah disebut
Syaari atau pencipta hukum.
Sistem nilai Islam secara umum meliputi 2 bidang :
- Syari’at yang mengatur hubungan
manusia secara vertikal dengan Allah (ibadah mahdah / khusus). Disebut
ibadah mahdah karena sifatnya yang khas dan sudah ditentukan secara pasti
oleh Allah dan dicontohkan secara rinci oleh Allah. Dalam konteks ini,
syari’at berisikan ketentuan tentang tata cara peribadatan manusia kepada
Allah, seperti kewajiban shalat, puasa, zakat, haji.
- Syari’at yang mengatur hubungan
manusia secara horizontal dengan sesama dan makhluk lainnya ( mu’amalah ).
Mu’amalah meliputi ketentuan perundang- undangan yang mengatur segala
aktivitas hidup manusia dalam pergaulan dengan sesamanya dan alam
sekitarnya.
Adanya sistem mu’amalah ini
membuktikan bahwa Islam tidak meninggalkan urusan dunia, bahkan tidak pula
melakukan pemisahan terhadap persoalan dunia maupuu akhirat. Bagi Islam, ibadah
yang diwajibkan Allah atas hambanya bukan sekedar bersifat formal belaka,
melainkan disuruhnya agar semua aktivitas hidup dijalankan manusia hendaknya
bernilai ibadah. Ajaran ini sesuai dengan ajaran Islam tentang tujuan
diciptakannya manusia supaya beribadah. Allah berfirman dalam QS. Az-Zarariyat,
ayat 56
“ Dan tiadalah Aku ciptakan jin
dan manusia kecuali supaya beribadah kepada- Ku “
Hubungan horizontal ini disebut pula
dengan ibadah gairu mahdah / umum karena sifatnya umum, di mana Allah atau
Rasul-Nya tidak memerinci macam dan jenis perilakunya, tetapi hanya memberikan
prinsip dasarnya saja.
3. Akhlaq
Akhlaq merupakan komponen dasar Islam yang ketiga yang berisi ajaran tentang
perilaku atau sopan santun. Akhlaq maupun syari’ah pada dasarnya membahas
perilaku manusia, tetapi yang berbeda di antaranya adalah obyek materia.
Syari’ah melihat perbuatan manusia darin segi hukum yaitu : wajib, sunah,
mubah, makruh, dan haram. Sedangkan aklaq melihat perbuatan manusia dari segi
nilai / etika, yaitu perbuatan baik ataupun buruk.
Akhlaq merupakan sistematika Islam, sebagai sistem, akhlaq memiliki spektrum
yang luas, mulai sikap terhadap dirinya, orang lain, dan makhluk lain, serta
terhadap Allah SWT.
4.
Keterkaitan antara Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq
Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
Islam. ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.
Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen – elemen dasar
keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara
syari’ah sebagai sistem nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama.
Sdangkan akhlaq sebagai sistem etika menggambarkan arah dan tujuan yuang hendak
dicapai agama. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut seyogyanya
terintegrasi dalam diri seorang muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut
dalam ajaran Islam ibarat sebuah pohon. Akarnya adalah aqidah, sementar batang,
dahan, dan daunnya adalah syari’ah, sedangkan buahnya adalah aqidah. Muslim
yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang
mendorongnya untuk melaksanakan syari’ah yang hanya ditujukan kepada Allah
sehingga tergambar akhlaq yang terpuji.
Atas dasar hubungan itu, maka :
·
Seseorang yang melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh
aqidah , maka orang itu termasuk dalam kategori kafir.
·
Seseorang yang mengaku beraqidah, tetapi tidak mau melaksanakan syari’ah,
maka orang itu disebut fasik.
·
Seseorang yang mengaku beraqidah dan melaksanakan syari’ah, tetapi
dengan landasan aqidah yang tidak lurus, maka orang itu disebut munafik.
Seseorang yang melakukan perbuatan
baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka perbuatannya hanya dikategorikan
sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah perbuatan yang sesuai dengan
nilai- nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu dipandang benar menurut Allah.
Perbuatan baik yang didorong oleh keimanan
terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan syari’ah disebut sebagai amal sholeh.
Oleh karena itu, dala Al-Qur’an kata amal sholeh selalu diawali dengan kata
iman, antar lain dalam QS. An-Nur, ayat 55
B. Unsur-unsur Ajaran Islam
Islam adalah
agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama Islam dapat dijelaskan
sesuai hadist riwayat Muslim dibawah ini :
Dari Umar ra.
juga dia berkata : “Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah s.a.w suatu hari
tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih
dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan
tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk
dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya
(Rasulullah s.a.w) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang
Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah s.a.w, “Islam adalah engkau bersaksi
bahwa tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata, “anda benar“.
Kami semua
heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi,
“Beritahukan aku tentang Iman?“ Lalu beliau bersabda, “Engkau beriman kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir
dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia
berkata, “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi, “Beritahukan aku tentang
ihsan ?“. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat
engkau” . Kemudian dia berkata, “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan
kejadiannya)”. Beliau bersabda, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya “. Dia berkata, “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau
bersabda, “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat
seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)
berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku
berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah s.a.w) bertanya, “Tahukah engkau
siapa yang bertanya ?”. aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau
bersabda, “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan
agama kalian“. (HR. Muslim).
Hadits ini
menerangkan pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan serta
memperhatikan isi Al Qur’an secara keseluruhan maka dapat dikembangkan bahwa pada
dasarnya sistematika dan pengelompokkan ajaran Islam secara garis besar adalah
aqidah, syariah dan akhlak.
Ditinjau dari
ajarannya, Islam mengatur berbagai aspek kehidupan pada manusia yang meliputi :
1.
Hubungan manusia dengan Allah (Hablum Minallah).
Sesuai firman
yang berbunyi :
”Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”. (QS.51: 56)
2.
Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablum minan-Naas).
Sesuai firman
yang berbunyi :
”Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. (QS.5:2).
3.
Hubungan manusia dengan makhluk lainnya/ lingkungan.
Sesuai firman
yang berbunyi :
”Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmuran”. (QS.11:61)
Vera Micheles
Dean dalam bukunya ”The Nature of The Non Western World”, sebagaimana
dikutip Humaidi Tata Pangarsa; bahwa Islam meliputi empat unsur yaitu :
1.
Islam is religion.
2.
Islam is political system.
3.
Islam is way of live.
4.
Islam is interpretation of history.
Dilihat
secara parsial maka Dinul Islam dapat dibedakan kepada :
1.
Iqlimiyah Al-Islam
Adanya
ajaran – ajaran Islam yang berbeda dalam satu iklam (wilayah) dengan wilayah lainnya
sebagai akibat perbedaan situasi dan kondisi.
2.
Alqawa’id Al-Hikmah
Ajaran Islam
yang memiliki kontek keberlakuan akidah secara mendunia sepanjang masa.
C. KEDUDUKAN AQIDAH
DALAM ISLAM
- Pengertian Aqidah
Aqidah secara bahasa berasal dari kata ( عقد) yang berarti ikatan.
Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Kata ‘aqidah’ tersebut dapat
digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan dapat pula digunakan
untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga ada istilah aqidah Islam, aqidah
nasrani; ada aqidah yang benar atau lurus dan ada aqidah yang sesat atau
menyimpang.
Dalam ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah al-Islamiyah)
merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam apa yang disebut dengan
rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir baik dan buruk. Hal ini didasarkan
kepada Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shahabat Umar bin
Khathab r.a. yang dikenal dengan ‘Hadits Jibril’.
- Kedudukan
Aqidah dalam Islam
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat
suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain,
seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang
dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada
gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap
saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan.
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din)
dan diterimanya suatu amal. Allah swt berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا
وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di
akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun
dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110)
Allah swt juga berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ.
Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi
sebelummu, bahwa jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh
amalmu akan hancur, dan kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang
merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul
mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang
lainnya. Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota
Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu
yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang
waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di Makkah mendapatkan
ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan
keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh
bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan
hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih
singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran
bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan
dalam ajaran Islam.
SUMBER,
METODE DAN CARA PENGAMBILAN AQIDAH ISLAM
- Sumber-sumber Aqidah Islam
A Pengertian
Aqidah
Aqidah secara bahasa berasal dari
kata ( عقد) yang berarti ikatan. Secara istilah adalah keyakinan hati
atas sesuatu. Kata ‘aqidah’ tersebut dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat
dalam Islam, dan dapat pula digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga
ada istilah aqidah Islam, aqidah nasrani; ada aqidah yang benar atau lurus dan
ada aqidah yang sesat atau menyimpang.
Dalam ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah
al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam apa yang
disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir baik dan buruk. Hal
ini didasarkan kepada Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Shahabat Umar bin Khathab r.a. yang dikenal dengan ‘Hadits Jibril’.
- Kedudukan Aqidah dalam Islam
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki
kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya,
sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu
yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu
bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk
sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh
dan hancur berantakan.
Maka, aqidah yang benar merupakan
landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal. Allah swt
berfirman,
فَمَنْ
كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ
بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan
perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan
tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S.
al-Kahfi: 110)
Allah swt juga berfirman,
وَلَقَدْ
أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ
عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ.
Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan
kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa jika engkau betul-betul
melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu benar-benar
akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)
Mengingat pentingnya kedudukan
aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran
Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw berdakwah
dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai
aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama
kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang
merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat.
Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat,
sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan
Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat
dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang
lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa
penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.
SUMBER, METODE DAN CARA
PENGAMBILAN AQIDAH ISLAM
- Sumber-sumber Aqidah Islam
Aqidah Islam adalah sesuatu yang
bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang hanya dapat ditetapkan
dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran aqidah Islam
adalah terbatas pada al-Quran dan Sunnah saja. Karena, tidak ada yang lebih
tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri, dan tidak ada yang lebih tahu
tentang Allah, setelah Allah sendiri, kecuali Rasulullah saw.
- Metode Memahami Aqidah Islam
dari Sumber-sumbernya Menurut Para Shahabat
Generasi para shahabat adalah
generasi yang dinyatakan oleh Rasululah sebagai generasi terbaik kaum muslimin.
Kebaikan mereka terletak pada pemahaman dan sekaligus pengamalannya atas
ajaran-ajaran Islam secara benar dan kaffah. Hal ini tidak mengherankan, karena
mereka adalah generasi awal yang menyaksikan langsung turunnya wahyu, dan
mereka mendapat pengajaran dan pendidikan langsung dari Rasulullah saw. Setelah
generasi shahabat, kualifikasi atau derajat kebaikan itu diikuti secara
berurutan oleh generasi berikutnya dari kalangan tabi’in, dan selanjutnya
diikuti oleh generasi tabi’ut tabi’in. Tiga generasi inilah yang secara umum
disebut sebagai generasi salaf. Rasulullah bersabda tentang mereka,
خَيْرُ
النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ…
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah
generasi pada masaku, lalu generasi berikutnya, lalu generasi berikutnya…”
(H.R. Bukhari dan Muslim)
Generasi salaf yang shalih (al-salaf
al-shalih) mengambil pemahaman aqidah dari al-Quran dan sunnah dengan
metode mengimani atau meyakini semua yang diinformasikan (ditunjukkan) oleh
kedua sumber tersebut. Dan apa saja yang tidak terdapat dapat dalam kedua
sumber itu, mereka meniadakan dan menolaknya. Mereka mencukupkan diri dengan
kedua sumber tersebut dalam menetapkan atau meniadakan suatu pemahaman yang
menjadi dasar aqidah atau keyakinan.
Dengan metode di atas, maka para
shahabat, dan generasi berikutnya yang mengikuti mereka dangan baik (ihsan),
mereka beraqidah dengan aqidah yang sama. Di kalangan mereka tidak terjadi
perselisihan dalam masalah aqidah. Kalau pun ada perbedaan, maka perbedaan di
kalangan mereka hanyalah dalam masalah hukum yang bersifat cabang (furu’iyyah)
saja, bukan dalam masalah-masalah yang pokok (ushuliyyah). Seperti ini
pula keadaan yang terjadi di kalangan para imam madzhab yang empat, yaitu Imam
Abu Hanifah (th. 699-767 M), Imam Malik (tahun 712-797), Imam Syafi’i (tahun
767-820), dan Imam Ahmad (tahun 780-855 M).
Karena itulah, maka mereka
dipersaksikan oleh Rasulullah saw sebagai golongan yang selamat, sebagaimana
sabda beliau,
قَالَ
: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى
Artinya: “Mereka (golongan yang selamat)
adalah orang-orang yang berada di atas suatu prinsip seperti halnya saya dan
para shahabat saya telah berjalan di atasnya.” (H.R. Tirmidzi)
BAB.
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
RANGKA AJARAN ISLAM
1. Aqidah
2. Syariah
3. Akhlaq
Jadi dari penjabaran yang
telah kita uraikan dalam materi diatas, dapat kita berikan kesimpulan akhlak
tersebut merupakan sutu bentuk atau cerminan yang tertatanam dalam diri
seseorang dan hal tersebut terealisasi dalam kehidupannya sehari – hari.
Adapun bentuk dari akhlak terpuji tersebut ada
beberapa bagian, diantaranya sebagai berikut; zuhud, tawaqal, ikhlas, jihad
dan amanah. Semuanya itu memiliki sisi
positif dari pergaulan yang kita lakukan, baik dalam melakukan hubungan yang
bersifat horizontal atau dalam melakukan hubungan dengan Allah SWT atau dalam
melakukan hubungan secara vertikal yaitu dalam melakukan hubungan atau bergaul
antar sesama Manusia.
UNSUR-UNSUR AJARAN ISLAM
1. Hubungan
manusia dengan Allah (Hablum Minallah).
2. Hubungan
Manusia dengan Manusia (Hablum minan-Naas).
3. Hubungan
manusia dengan makhluk lainnya/ lingkungan.
KEDUDUKAN
AQIDAH DALAM ISLAM
Merupakan
keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun iman,
yaitu keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
hari akhir, serta taqdir baik dan buruk.
B. KRITIK DAN SARAN
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan - kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.
No comments:
Post a Comment