KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan/ menyusun
makalah mengenai Akhlaq Kepada Allah 3.
Penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini penyusun mendapatkan dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1.
Bapak Edy Musoffa, Drs, selaku dosen pengampu mata kuliah
Pendidikan Agama Islam
2.
Kedua orang tua tercinta yang selalu memberi dukungan
3.
Semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu
yang telah membantu penyusunan makalah ini
Penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangannya
karena keterbatasan penyusun.Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan untuk penyempurnaan penyusunan makalah
ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun dan pembaca.
Yogyakarta, Oktober 2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Akhlak
merujuk kepada amalan, dan tingkah laku tulus yang tidak dibuat-buat yang
menjadi kebiasaan. Manakala menurut istilah Islam, akhlak ialah sikap
keperibadian manusia terhadap Allah, manusia, diri sendiri dan makhluk lain,
sesuai dengan suruhan dan larangan serta petunjuk Al-Quran dan Sunnah
Rasulullah SAW. Ini berarti akhlak merujuk kepada seluruh perlakuan manusia
sama ada berbentuk lahiriah maupun batiniah yang merangkumi aspek amal ibadah,
percakapan, perbuatan, pergaulan, komunikasi, kasih sayang dan sebagainya.
Dalam
makalah ini yang di bahas adalah akhlak kepada Allah SWT. Yaitu tentang
muraqabah dan taubat. Sehingga nantinya seorang muslim akan menjadi seorang
yang berakhlak mulia khususnya akhlak Kepada Allah SWT. Dan adapun akhlak
kepada Allah yaitu menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya. Jadi seorang muslim itu hendaknya taat terhadap apa yang diperintahkan
oleh Tuhannya. Sehingga akhlak orang muslim kepada Allah yaitu beriman dan
taqwa kepada Allah SWT.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian
muraqabah ?
2.
Pengertian dan
dimensi taubat ?
C.
Tujuan
Mengetahui dan memahami pengertian
muraqabah dan dimensi taubat
D.
Manfaat
Dapat
lebih mengetahui dan memahami mengenai pengertian muraqabah dan dimensi taubat.
BAB II
AKHLAQ KEPADA ALLAH 3
(Muraqabah dan Taubat)
A.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Muraqabah
Muraqabah
berakar dari kata raqaba yang berarti menjaga, mengawal, menanti, mengamati. Semua
pengertian kata raqaba tersebut bisa disimpulkan dalam satu kata yaitu
pengawasan karena apabila seseorang mengawasi sesuatu dia akan mengamati,
menantikan, menjaga dan mengawalnya. Dengan demikian muraqabah bisa kita
artikan dengan pengawasan.
Sedangkan
yang dimaksud dengan muraqabah dalam pembahasan kita adalah kesadaran seorang
muslim bahwa dia selalu berada dalam pengawasan Allah SWT. Kesadaran itu lahir
dari keimanannya bahwa Allah SWT dengan sifat ‘ilmu, bashar dan sama’
(mengetahui, melihat, dan mendengar) Nya mengetahui apa saja yang dia lakukan
kapan dan di mana saja. Dia mengetahui
apa yang dipikirkan dan rasakan. Tidak ada satupun yang luput dari
pengawasan-Nya. Digambarkan oleh Allah SWT dalam surat Al-An’am ayat 59 bahwa
sebutir bijipun dalam gelap gulita bumi yang berlapis lapis tetap diketahui
oleh Allah SWT. Perhatikan firman-Nya:
“ Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang
ghaib, taka da yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa
yang di daratan dan di lautan, dan tidak sehelai daunpun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi
dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab
yang nyata (Lauh Mahfizh). (QS.
Al-An’am 6:59)
Dalam
beberapa ayat lain Allah SWT menjelaskan bahwa Dia mengawasi segala tingkah
laku hamba-Nya. Perhatikanlah beberapa firman berikut ini:
”Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(QS. An- Nissa 4:1)
“Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan
sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang
lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba
sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu. “ (QS. Al-Ahzab 33:52)
Menurut
Rasulullah saw, muraqabah yang paling tinggi yaitu apabila seseorang dalam
beribadah kepada Allah SWT bersikap seolah-olah dia dapat melihat-Nya.
Sekalipun dia tidak dapat melihat-Nya, tapi dia yakin Allah SWT pasti
melihatnya. Inilah yang dinamai oleh beliau dengan sikap ihsan sebagaimana
jawaban beliau terhadap pertanyaan Jibril as:
“(Ihsan
adalah) engkau menyembah Allah seolah engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau
tidak dapat melihat-Nya tetapi sesungguhnya Dia melihatmu.”
(H.Muttafaqun ‘Allaih).
Kesadaran
akan pengawasan Allah SWT akan mendorong sworang muslim untuk melakukan muhasabah
(perhitungan, evaluasi) terhadao amal perbuatan, tingkah laku dan sikap hatinya
sendiri. Muhasabah sesudah amal ada tiga macam :
a.
Muhasabah hak
Allah SWT yaitu keikhlasan beramal karena allah, kesesuaian amalnya dengan
petunjuk rasul, sikap ihsannya dalam beramal dll.
b.
Muhasabah amalan
yang akan lebih baik tidak dilakukan dari pada melakukannya.
c.
Muhasabah amalan
mubah atau kebiasaannya yaitu kenapa dia melakukannya?Apakah ia melakukannya
karena mengingin ridha Allah dan akhirat. Jika memang mencari ridha Allah tentu
dia beruntung, jika tidak dia akan merugi.
2.
Taubat
Taubat berakar dari kata taba yang berarti
kembali. Jadi orang yang bertaubat kepada Allah SWT berarti orang yang kembali
dari sesuatu menuju sesuatu, kembali dari sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat
yang terpuji, kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari
maksiat menuju taat. Selain itu searti dengan taba
adalah anaba dan aba.
Orang yang takut azab Allah disebut taib (isim fa’il dari taba),
bila karena malu disebut munib (isim fa’il anaba) dan bila
dikarenakan menganggungkan Allah SWT disebut awwab.
Apabila seorang muslim melakukan kesalahan dia wajib
melakukan taubat kepada Allah SWT. Kesalahan atau kemaksiatan yang dimaksud
adalah semua kegiatan yang melanggar ketentuan syariat Islam, baik dalam bentuk
meninggalkan kewajiban atau melanggar larangannya, baik yang termasuk shaghair
(dosa kecil) atau kabair (dosa besar) Allah berfirman dalam QS.
An-Nur 24:31 :
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau
putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah
kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
“ (QS. An-
Nur 24:31)
Sebagai seorang
muslim, kita harus segera bertaubat apabila melakukan kesalahan atau
kemaksiatan dan jangan menunda-nunda melakukan taubat. Bahkan seorang muslim
dianjurkan untuk selalu bertaubat kepada Allah sekalipun dia tidak mengetahui
kesalahannya. Disamping memerintahkan kepada umatnya untuk bertaubat, Rasullah
saw menyatakan bertaubat sampai seratus kali sehari, beliau bersabda :
“ Hai manusia,
bertaubat dan minta ampunlah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya saya
bertaubat seratus kali dalam sehari. “ (HR. Muslim)
Bahwa kita tahu
Rasullah saw adalah sebaik-baik manusia yang diciptakan oleh Allah SWT.
Rasullah tidak pernah meninggalkan perintah dan tidak pula melanggar larangan-Nya.
Manusia tentunya tidak luput dari kesalahan. Tapi sebaik-baik orang yang
berbuat salah adalah yang bertaubat. Rasullah saw bersabda :
“ Setiap
manusia (dapat berbuat) salah. Dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang
bertaubat. “
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim)
Allah SWT Maha
Menerima taubat, betapapun besarnya dosa seorang manusia apabila bertaubat
Allah pasti mengampuninya. Tidak ada kata terlambat untuk kembali kepada jalan
yang kebenaran, kecuali kalau nyawa sdah berada di tenggorokan atau matahari
sudah terbit di barat, pintu taubat memang sudah tertutup. Rasullah bersabda :
“
Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada waktu malam supaya bertaubat,
orang yang berbuat salah siang hari. Dan Dia membentangkan tangan-Nya pada
siang hari, supaya berbuat salah malam hari. Keadaan itu tetap terus hingga
matahari terbit dari barat. “ (HR. Muslim)
“
Sesungguhnya Allah tetap menerima taubat seseorang hamba-Nya selama nyawanya
belum sampaikan di tenggorokan. “ (HR. Tirmidzi)
Taubat yang
sempurna harus memenuhi lima dimensi yaitu :
a.
Menyadari kesalahan
Seseorang tidak akan
bertaubat kalau dia tidak menyadari kesalahannya. Di sinilah perlunya seorang
muslim mempelajari ajaran Islam, terutama tentang perintah-perintah yang wajib
diikuti dan larangan-larangan yang wajib ditinggalkannya.Dan disinilah
pentingnya saling mengingatkan antar muslim. (wa tawashau bi al-haq)
b.
Menyesali kesalahan
Sekalipun orang tahu dia
bersalah tetapi tidak menyesal telah melakukannya maka orang tadi belumlah
dikatakan bertaubat. Rasullah saw bersabda :
“ Menyesal itu adalah
taubat. ”
(HR. Abu Daud dan Hakim)
c.
Memohon ampun kepada Allah SWT (istighfar)
Dengan keyakinan atau husn
azh-zhan bahwa Allah SWT akan mengampuninya. Semakin banyak dan sering
orang mengucapkan istighfar kepada Allah SWT semakin baik. Rasullah saw
bersabda :
“Tidak ada dosa yang besar
dengan istighfar, dan tidak ada dosa yang kecil kalau diulang-ulang. ” (HR. Thabrani)
d.
Berjanji tidak akan mengulanginya
Janji itu harus keluar dari
hati nuraninya dengan sejujurnya, tidak hanya dimulut, sementara di dalam hati
masih tersimpan niat untuk kembali mengerjakannya. Taubat inilah yang dinamakan
taubat sambal, waktu kepedesan menyatakan “kapok”, tapi besok-besoknya dimakan
lagi.
e.
Menutupi kesalahan masa lalu dengan amal shaleh
Untuk membuktikan bahwa dia
benar-benar telah bertaubat, Allah SWT berfirman :
“Dan
sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal
shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar. “ (QS. Thaha 20:82)
Kebaikan yang
dilakukan setelah bertaubat akan menghapus keburukannya pada masa yang lalu.
Rasullah saw bersabda :
“ Bertaqwalah
kamu kepada Allah di manapun kamu berada, dan iringilah perbuatan jahat dengan
perbuatan baik, maka kebaikan itu akan menghapuskannya, dan pergaulillah
manusia dengan akhlaq yang baik. “ (HR. Tirmidzi)
Dalam hadits
Ahmad dan Thabrani memberikan perumpamaan bagaimana kebaikan menghapus
keburukan : “ Perumpamaan orang yang mengerjakan perbuatan buruk kemudian
mengerjakan perbuatan baik adalah seperti seseorang yang terbelenggu oleh
rantai-rantai lalu dia melakukan kebaikan, maka terlepaslah satu ikatannya,
kemudian dia melakukan kebaikan lagi, maka terlepaslah dia dari rantai lainnya
sampai ia benar-benar terlepas. “ (HR. Ahmad dan Thabrani)
B.
PEMBAHASAN
Muraqabah merupakan akhlaq terpuji kepada Allah
SWT. Muraqabah disini diartikan sebagai kesadaran seseorang muslim bahwa dia
selalu berada dalam pengawasan Allah SWT. Jadi segala yang dilakukan oleh
seorang manusia didunia ini diawasi oleh Allah SWT, meskipun hal yang sangat
kecil. Dan taka da satupun yang tidak diawasi oleh Allah SWT.
Taubat kepada Allah SWT adalah orang yang
kembali kepada sesuatu menuju sesuatu. Misalnya kembali dari sifat-sifat yang
tercela menuju sifat-sifat yang terpuji, kembali dari larangan Allah menuju
perintah-Nya dll. Semua muslim yang berbuat kesalahan atau maksiat wajib
bertaubat. Karena manusia tidak luput dari kesalahan, tapi sebaik-baik orang
yang berbuat salah adalah yang bertaubat. Allah SWT maha peneria taubat. Jadi
tidak ada dosa yang tidak terampuni kalau kita minta ampunan kepada Allah SWT
dan tidak ada kata terlambat untuk bertubat sebelum maut datang menjemput yang
tak tau kapan. Taubat memiliki lima dimensi agar taubat dikatakan sempurna
yaitu menyadari kesalahan, menyesali kesalahan, memohon ampun kepada Allah SWT
(istighfar), berjanji tidak akan mengulainginya dan menutupi masa lalu dengan
amal shaleh.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Muraqabah
ialah kesadaran seseorang akan adanya pengawasan dari Allah SWT. Kesadaran itu
lahir dari keimannan bahwa Allah SWT dengan sifat ‘ilmu, bashar dan sama’
(mengetahui,melihat dan mendengar)Nya mengetahui apa saja yang dilakukan kapan
dan dimana saja. Kesadaran akan pengawasan Allah SWT akan mendorong seorang
muslim untuk melakuan muhasabah (perhitungan, evaluasi) terhadap amal
perbuatannya, tingkah laku dan sikap hatinya sendiri.
Taubat ialah Taubat
berarti kembali, yaitu kembali dari sesuatu yang buruk ke sesuatu yang baik.
Tidak ada dosa yang tidak terampuni kalau kita minta ampun kepada Allah dan
tidak ada kata terlambat untuk bertaubat sebelum nyawa sampai ditenggorokan.
Taubat yang sempurna harus memenuhi lima dimensi yaitu menyadari kesalahan,
menyesali kesalahan, memohon ampun kepada Allah SWT berjanji tidak akan
mengulanginya dan menutupi kesalahan masa lalu dengan amal shaleh.
DAFTAR
PUSTAKA
Yunahar Ilyas. 2000. Kuliah
Akhlaq. Yogyakarta : LPPI UMY
No comments:
Post a Comment